Jumat, 06 Mei 2011

Cut Nyak Meutia


(1870-1910)
“Perempuan Teguh dari Aceh”
C
UT NYAK MEUTIA lahir di Keureutoe, Pirak, Aceh Utara,pada tahun 1870. Sebelum Cut Nyak Meutia lahir, pasukan Belanda sudah menduduki daerah Aceh.Tiga tahun sebelum perang Aceh-Belanda meletus, ketika itulah Cut Nyak Meutia dilahirkan.Pada saat usianya muda ia sudah ditunangkan dengan Teuku Syam Syarif,tetapi ketika ia beranjak dewasa ia pun memilih menikah dengan Teuku Muhammad atau yang dikenal dengan nama Teuku Cik Tunong.Tetapi,suaminya wafat.Meutia pun menikah lagi dengan Pang Nangru,sesuai wasiat suaminya.Ia gugur pada tanggal 24 Oktober 1910,di Alue Kurieng,Aceh,dan dimakamkan di Alue Kurieng, Aceh.Menjadi Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/Tahun 1964,tanggal 2 Mei 1964.

Perang Aceh di Pasai
P
erang terhadap pendudukan Belanda terus berkobar seakan tidak pernah berhenti. Cut Nyak Meutia bersama suaminya Teuku Cik Tunong langsung memimpin perang di daerah Pasai. Perang yang berlangsung sekitar tahun 1900-an itu telah banyak memakan korban baik dari pihak pejuang kemerdekaan maupun dari pihak Belanda. Peperangan berjalan tidak seimbang. Pasukan Belanda memiliki jumlah pasukan yang besar dan persenjataan lengkap dan canggih,sedangkan pasukan Aceh melakukan perlawanan dengan senjata seadanya. Keadaan Pasukan Belanda yang mempunyai persenjataan lebih lengkap memaksa pasukan Aceh melakukan taktik perang gerilya. Berkali-kali pasukan mereka berhasil mencegat patroli pasukan Belanda dan melakukan penyerangan langsung ke markas pasukan Belanda di Pidie.
Menikah dengan Pang Nangru
P
ada bulan Maret 1905, Tjik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Tjik Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nagroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.Cut Nyak Meutia pun berduka.Ia pun kemudian menikah lagi dengan Pang Nangru,sesuai pesan Cik Tunong.Bersama suami keduanya,ia terus melanjutkan perjuangan melawan Belanda.
Pertempuran di Paya Cicem
C
ut Meutia kemudian bergabung dengan pasukan lainnya dibawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada suatu pertempuran dengan Korps Marechausée di Paya Cicem, Cut Nyak Meutia dan para wanita melarikan diri ke dalam hutan. Pang Nangru sendiri terus melakukan perlawanan hingga akhirnya tewas pada tanggal 26 September 1910.


Perlawanan Terakhir
C
ut Nyak Meutia kemudian bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukkannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Namun pada tanggal 24 Oktober 1910, Cut Nyak Meutia bersama pasukkannya bentrok dengan Marechausée di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu seorang pasukan menembakkan tiga peluru kearah Cut Nyak Meutia,hingga ia tewas sebagai Pahlawan Kusuma Bangsa.Terdapat tiga luka tembak: satu di kepala dan dua di dadanya.

“Penyerahan pimpinan itu aku terima dengan penuh tanggung-jawab pada agama dan negeri kita,tetapi bila pimpinanku kurang sempurna cepatlah ditegur,sehingga segala urusan dapat berjalan lancar, agar kita semua seiya sekata, bersatu hati, dan tidak terpecah belah”
(Ungkapan Cut Nyak Meutia ketika ditunjuk sebagai pemimpin pergerakan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar